Pemerintahan disebutkan kembali lagi wawasankan penghilangan Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium (RON-88) secara setahap, yang akan diawali pada 1 Januari 2021.
Wawasan ini disongsong baik Pemerhati Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi. Menurut dia, gagasan ini telah pas. Karena, premium terhitung macam BBM beroktan rendah yang hasilkan gas buang dari knalpot kendaraan motor dengan emisi tinggi. Di mana ini mencelakakan untuk kesehatan warga.
Kecuali beremisi tinggi, penyediaan import BBM Premium mempunyai potensi memacu kepribadian hazard untuk Mafia Migas memburu rente. Fahmy mengatakan, semenjak sekian tahun lalu, BBM Premium tidak dipasarkan kembali di pasar internasional. Hingga tidak ada harga dasar.
“Tidak ada harga dasar untuk BBM Premium mempunyai potensi memacu praktik mark-up harga, sebagai tempat untuk Mafia Migas untuk memburu rente,” kata Fahmy dalam penjelasannya, Senin (16/11/2020).
Walau demikian, Fahmy mengetahui jika penghilangan BBM premium pada periode Wabah Covid-19 akan makin memberatkan beban warga. Di mana customer harus migrasi ke Pertamax yang harga tambah mahal. Apa lagi, warga pemakai BBM Premium adalah customer paling besar ke-2 sesudah customer Pertalite.
Untuk mengurangi beban warga, Fahmy memandang penghilangan BBM di bawah RON-91 seperti Premium harus dibarengi dengan pengurangan harga Pertamax RON-92.
“Untuk Pertamina, sebenarnya masihlah ada ruangan untuk turunkan harga BBM Pertamax. Masalahnya tren harga harga minyak dunia masih condong rendah, rerata di bawah USD 40 per barrel dan ICP (Indonesia Crude Price) diputuskan sebesar USD 40 per barrel,” kata Fahmy.
Awalnya, Pjs VP Corporate Communication Pertamina, Heppy Wulansari menerangkan, Pertamina memiliki komitmen lagi mendidik customer untuk memakai BBM ramah lingkungan. Ini diantaranya dikerjakan lewat program langit biru.
“Pertamina memiliki komitmen menggerakkan pemakaian BBM dengan RON semakin tinggi, sebab kecuali baik untuk lingkungan akan berpengaruh positif untuk mesin kendaraan dan udara yang lebih bersih,” tutur Heppy.
Bahagia menerangkan, Program Langit Biru dikerjakan Pertamina atas suport pemda dan kementerian KLHK untuk menjawab tuntutan dan jadwal global. Ini dalam rencana kurangi kandungan emisi gas buang kendaraan motor. Searah dengan Paris Agreement yang memutuskan reduksi emisi karbon dioksida efisien yang mulai berlaku di tahun 2020.
“Untuk tahun kedepan, Program Langit Biru diinginkan segera dapat diaplikasikan lebih luas hingga kualitas udara di Indonesia dapat lebih bagus,” pungkasnya.