Pemerintahan diberitakan akan meningkatkan cukai hasil tembakau (CHT) sejumlah 17 % untuk 2021. Tetapi, sampai sekarang tidak ada kepastian tentang itu. Gagasan peningkatan kesempatan ini lebih fokus untuk meningkatkan penghasilan negara, daripada pengaturan atau limitasi konsumsi rokok.
Dijumpai, pemerintahan semestinya umumkan biaya cukai rokok di akhir September atau awalnya Oktober 2020 kemarin. Tetapi sebab ada protes dalam masyarakat dan keadaan wabah, hingga saat ini gagasan peningkatan biaya cukai tidak juga dipublikasikan.
Berita terbaru, informasi peningkatan cukai rokok diperkirakan akan dipublikasikan pada minggu ini. Tetapi kembali lagi sampai ini hari belum ada juga kejelasan kapan peningkatan cukai akan dipublikasikan.
“Berkenaan itu, kami belum terinformasi,” tutur Kepala Agen Komunikasi dan Service Info, Rahayu Puspasari waktu dikontak Liputan6.com, Jumat (13/11/2020).
Awalnya, Staff Spesial Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo memaparkan Ketentuan Menteri Keuangan (PMK) telah dalam step finalisasi di akhir Oktober kemarin.
Info saja, di awal Januari 2020 pemerintahan sebenarnya sudah tingkatkan CHT sejumlah 23 %. Faktanya, sebab tidak ada peningkatan CHT tahun 2019 karena itu difungsikan pada awal 2020. Peningkatan CHT itu berpengaruh pada peningkatan harga jual ketengan rokok capai 35 %.
Dikutip dari APBN Kita edisi Oktober 2020, akseptasi negara dari CHT capai Rp 111,46 triliun. Tumbuh 8,53 % (yoy), atau 67,57 % sasaran Perpres 72/2020 sejumlah Rp 164,94 triliun. Perkembangan CHT ini didorong oleh imbas peraturan dari peningkatan biaya cukai dan perubahan pelunasan pita cukai pada bulan Februari 2020.
Sesaat, mengarah Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2021, sasaran akseptasi cukai tahun 2021 bertambah 3,6 % dibanding outlook tahun bujet 2020, yaitu sejumlah Rp 178,47 triliun.
Rinciannya, terdiri dari cukai rokoksebesar Rp 172,75 triliun, bekasnya ditarget pada penghasilan cukai MMEA, cukai EA, dan akseptasi cukai yang lain sejumlah Rp 5,71 triliun.
Institute for Foods and Agriculture Development Studies (IFADS) mengatakan jika peraturan peningkatan biaya cukai hasil tembakau semestinya tidak dikerjakan waktu keadaan petani tembakau tidak sejahtera.
Gagasan pemerintahan untuk meningkatkan cukai hasil tembakau dipandang kurang arif ketika keadaan petani tembakau belum juga makmur.
Chairman Institute for Foods and Agriculture Development Studies (IFADS) Andi Nuhung memandang tingkat kesejahteraan petani tembakau masih rendah meskipun tembakau terhitung komoditi yang prospektif penghasilan semakin tinggi dibanding dengan beberapa komoditi yang lain.
Namun, karena area yang kecil dan tidak ada bantuan, petani tembakau pada akhirnya sering mendapatkan margin yang kecil. Sesaat sejauh ini peraturan di bagian pertanian, terhitung tembakau, kerap diperuntukkan untuk capai sasaran-target pemerintahan, misalkan untuk tingkatkan akseptasi negara.
“Tapi malah peraturan itu relatif kontraproduktif dengan pembangunan kesejahteraan petani tembakau. Area bertaninya telah kecil, ongkos inputnya mahal, dan ditanggung pajak/cukai tinggi kembali, tentu petani akan berteriak,” ucapnya, Senin (9/11/2020).
Ini tidak searah dengan sasaran pemerintahan dalam bidang pertanian yaitu tingkatkan kesejahteraan petani.
Ia menyaksikan sekarang ini peningkatan tembakau nasional cukup kendor, hingga keperluan resapan tembakau tidak tercukupi. Bila resapan rendah karena peningkatan cukai, industri hasil tembakau pasti kesusahan sebab petani akan tuntut harga tembakau dinaikkan. “Berarti, cost-nya akan berubah dari petani ke pabrik,” katanya.
Andi Nuhung menjelaskan jika petani tembakau susah untuk berpindah ke komoditi lain sebab bertani tembakau menjadi sisi budaya turun temurun.
“Sayang ini kerap kali tidak diakui, walau sebenarnya tidak gampang untuk berpindah ke komoditi lain sebab petani itu telah bersatu dengan budidaya tembakau, sama dengan petani padi dan petani singkong,” katanya.
Ia memandang pemerintahan seharusnya ambil peraturan dengan mengeruk pendekatan sosiologis dan budaya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sah meningkatkan biaya cukai rokok. Peningkatan cukai rokok itu tercantum pada Ketentuan Menteri Keuangan Nomor 152 mengenai Biaya Cukai Hasil Tembakau.